Sejarah Festival Gandrung Sewu yang Kini Menjadi Populer
Sejak didirikan pada tahun 2012, festival Gandrung Sewu rutin diadakan setiap tahun. Festival ini sebenarnya telah berkembang menjadi atraksi yang populer baik bagi wisatawan domestik maupun internasional.
Pada tahun 1985, seorang gadis berusia 10 tahun bernama Semi didiagnosis menderita penyakit yang mengancam jiwa. Sang ibu, Mak Midhah, pernah berjanji akan menjadikan putrinya Seblang jika sembuh total.
Inilah sejarah yang menandai lahirnya tari gandrung, di mana Semi adalah orang pertama yang menampilkan Gandrung dalam tradisi tersebut dan gadis-gadis lain segera mengikutinya.
Makna Sejarah dan Keistimewaan Festival Gandrung Sewu
Bagi masyarakat setempat, Gandrung mewakili sebuah bentuk seni bersejarah yang memiliki arti penting bagi masyarakat Osing, yang terus berada di bawah tekanan struktural dan budaya.
Salah satu tari klasik Banyuwangi yang mempunyai makna tersendiri ketika dibawakan adalah tarian ini. Bukan sekedar tarian perayaan panen, tetapi untuk menunjukkan apresiasi kepada masyarakat atas apa yang telah diperolehnya.
Arti lain dari kata Gandrung adalah terpesona atau terpikat. Penafsiran ini hanya ditujukan kepada Dewi Sri, yakni Dewi Padi yang telah memberikan manfaat bagi desa.
Oleh karena itu, tarian yang ditampilkan pada festival Gandrung Sewu biasanya dipersembahkan kepada Dewi Sri sebagai tanda penghargaan dan kegembiraan setelah panen besar.
Namun seiring berjalannya waktu, tarian tersebut terus berkembang hingga akhirnya menjadi semacam hiburan bagi masyarakat sekitar.
7 Pilihan Tema Festival Gandrung Sewu
Setiap tahunnya kegiatan ini mempunyai tema yang berbeda-beda. Secara umum, ratusan penari Gandrung Sewu berkumpul di tepian Selat Bali untuk mengikuti acara seni budaya tersebut dengan penampilan tema sebagai berikut:
1. Paju Gandrung
Pementasan Paju Gandrung merupakan asal muasal tema tersebut. Dengan melemparkan selendang ke arah pemimpin dan menutupnya dengan selendang, para penari mengajak para pemimpin untuk ikut menari bersama.
2. Seblang Subuh
Tarian tersebut merupakan ajakan filosofis yang mendalam untuk kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa, sekaligus panggilan kebangkitan dari pihak untuk mengingat kembali pekerjaan, anak, dan istri.
3. Padha Nonton
Salah satu tema menarik dalam festival Gandrung Sewu ialah menceritakan kejadian setelah konflik selama setahun di Songgon, antara suku Blambangan dan VOC.
Banyak orang menderita kematian yang mengenaskan di tangan tentara VOC yang kejam, yang bahkan melemparkan korban-korban yang masih hidup ke dalam air sambil diikat dengan pemberat.
Seni Tari Gandrung kemudian dinamakan berdasarkan pengalaman tersebut, yang kemudian melahirkan terbentuknya Syair Padha Nonton, yaitu sekelompok orang yang bernyanyi dengan suara tawon.
4. Seblang Lukinto
Tema ini menjelaskan bagaimana suku Blambangan berhasil mengusir penjajah Belanda antara tahun 1776 hingga 1810.
Ini merupakan perpanjangan dari Padha Nonton yang menggambarkan pendakian para prajurit yang masih menjadi Rempeg Jogopati.
5. Kembang Pete
Tema untuk festival Gandrung Sewu kadang kala diambil dari beberapa baris dalam Seblang Lukinto, yang menggambarkan bagaimana perjuangan masyarakat Blambangan dengan memanfaatkan seni budaya seperti Gandrung dan Barong.
6. Layar Kumendung
Sekitar enam puluh pemain fragmen mewakili sebagian narasi Layar Kumendung yang menggambarkan akhir perjuangan Mas Alit, Bupati Pertama Banyuwangi yang gugur dalam perjalanan.
Baru setelah itu muncul ribuan penari Gandrung yang menjadi latar cerita. Di mana banyak pasukan yang kehilangan nyawa karena membela Mas Alit akibat peristiwa perang tersebut.
Hal ini membuat banyak anak depresi dan menjadi yatim piatu. Saat itu, beberapa penari dalam festival Gandrung Sewu berusaha membangkitkan semangat dengan menampilkan tari Gandrung pendekar yatim piatu Blambangan.
7. Panji-Panji Sunangkoro
Perlawanan pahlawan Rempeg Jogopati yang terus melawan Belanda menjadi tema yang diangkat dalam festival kebudayaan ini.
Saat kapal VOC lewat, para prajurit yang bersiap berperang di laut bersama Panji Sunangkoro menyerang tanpa sadar ada Mas Alit di dalamnya.
Perubahan Gandrung Sewu dari Tari Seremonial Menjadi Tari Populer
Artikel ini menjelaskan transformasi sejarah dan bagaimana tari tersebut menjadi daya tarik utama wisatawan di Banyuwangi. Banyak elemen, termasuk elemen sosial, politik, dan ekonomi, yang berdampak pada transformasi.
Dalam hal ini tarian upacara seblang masih ada dan tidak tergantikan oleh tari Gandrung Sewu. Sementara untuk menarik wisatawan, tari Gandrung Sewu memasukkan aspek yang berbeda dengan tarian aslinya.
Tariannya tetap sama saat digerakkan, namun jumlah penarinya berubah. Dalam acara Gandrung Sewu, ribuan orang menari menggantikan pemain solo asli tari seblang.
Usia penari juga berbeda-beda. Bahkan seluruh siswa di Kabupaten Banyuwangi mulai dari SD hingga SMA, diamanahkan pemerintah untuk mengikuti ekstrakurikuler seni di Banyuwangi.
Mempelajari tari Jejer yang merupakan salah satu komponen pertunjukan festival Gandrung Sewu, merupakan salah satu tugasnya. Oleh karena itu, acara ini menampilkan berbagai macam penari, mulai dari anak hingga dewasa.
Karena kata “sewu” berarti “seribu atau ribuan”, kegiatannya diperluas secara signifikan dengan melibatkan 1000 penari. Selain pertunjukan tradisional, festival juga menampilkan berbagai tema yang ditambahkan setiap tahun untuk menciptakan keunikan.
Selain itu, para penari juga mempunyai alat peraga tambahan seperti kaos kaki dan kipas. Komponen kreatif inilah yang memberi warna pada festival Gandrung Sewu sebagai seni pertunjukan pariwisata.