Uniknya Sejarah Tradisi Ritual Ma’nene dan dari Suku Toraja
berbagai suku dan daerah di Indonesia memiliki tradisi khas yang berbeda-beda, salah satunya adalah tradisi Manene. Tradisi khas Suku Toraja ini merupaka upacara membersihkan jenazah para leluhur keluarga yang sudah berusia berpuluh-puluh tahun atau bahkan ratusan tahun.
Istimewanya sejarah tradisi ritual Ma’nene sebagai bagian adat Sulawesi Selatan tentu menarik. Dunia mengenalinya sebagai aktivitas mayat berjalan. Terutama dilakukan dengan mengganti pakaian mayat leluhur masyarakat Baruppu.
Sebenarnya lama mendiami wilayah Toraja dan terus melaksanakan ritual tiga tahun sekali. Biasanya pada bulan Agustus setelah masa panen. Terdapat kepercayaan jika tidak melakukannya ladang atau sawah akan diserang hama.
Sejarah Tradisi Ritual Ma’nene dari Tana Toraja
Bermulanya kegiatan Ma’nene dilakukan pria dari keturunan Baruppu bernama Pong Rumasek. Dulunya berkegiatan sebagai pemburu binatang dengan tempat favoritnya adalah hutan Balla. Kemudian menemukan jasad manusia yang kehilangan nyawa. Sebelum sejarah tradisi ritual Ma’nene, mayat yang ditemukan tersebut kondisinya sangat buruk. Bahkan terkesan memprihatinkan dan tidak dapat dikubur dengan mudah. Pong ingin membawa jasad tersebut ke tempat bersih.
Setelah itu mengenakan pakaian layak dan terlihat nyaman. Selanjutnya menguburkannya pada tempat sesuai dan aman untuk mayat. Kemudian begitu ajaibnya selalu konsisten meraih banyak berkah disebabkan aksinya. Terbukti karena lahan pertanian yang dimilikinya jauh lebih cepat panen dari biasanya. Sama waktu dalam pemburuan di mana berpotensi sukses tanpa terkecuali. Tentu kemudian dikaitkan dengan penguburan mayat yang ditemukan.
Karena peristiwa baik yang dialami Pong, terdapat anggapan untuk selalu menghormati jasad. Walaupun telah meninggal dunia tapi tidak bisa dibiarkan begitu saja. Bahkan harus merawatnya dengan baik dan memberikan penghormatan. Terbentuknya sejarah tradisi ritual Ma’nene juga menjadi bentuk merawat leluhur yang meninggal. Apabila kondisinya tidak lagi utuh, bukan menguburkan tanpa hormat. Melainkan harus disamakan dengan jasad normal.
Kehebatan dari peristiwa yang ajaib membuat Pong mewariskan sebagai tradisi. Bahkan memberikan amanah pada masyarakat Baruppu untuk melanjutkan terus. Penduduk Baruppu juga menyatakan keinginan untuk menjaga tradisinya. Perintah Pong telah diagungkan petuah yang ampuh memberikan dampak baik. Pelaksanaan Ma’nene tentu dapat ditemui berdasarkan jadwalnya. Sekarang semakin populer untuk warga Indonesia maupun masyarakat internasional.
Prosesi Ma’nene Membuat Mayat Tidak Membusuk
Pertumbuhan pengikut sejarah tradisi ritual Ma’nene bagi warga zaman modern tidak menghilang. Apalagi dengan ditemukannya mayat utuh pada gua di Desa Sillanang. Gua ini letaknya juga terdapat pada lereng tinggi. Walaupun sudah memiliki umur yang cukup banyak, tapi setiap mayat ternyata tidak membusuk. Bahkan terbilang utuh tanpa menggunakan balsem sama sekali. Selain itu tidak memanfaatkan ramuan sehingga proses pengawetannya alami.
Jika melihat dari pernyataan masyarakat sekitar ternyata terdapat berbagai zat pada gua. Apalagi bisa memberikan manfaat dalam pengawetan mayat. Kepercayaan sangat menjamur karena bukan sekedar adat. Sementara itu berkaitan dengan prosesi Ma’nene sendiri dapat dilakukan dengan menuju lokasi pemakaman. Para leluhur setempat ditempatkan pada pekuburan Patane. Tepatnya ada di Lambang Paton, Sariale, Toraja Utara.
Sebelum masyarakat membuka atau mengangkat peti, tetua akan membacakan berbagai doa dalam bahasa Toraja Kuno. Tetua tersebut disebut sebagai Ne’ Tomina Lumba. Prosesi selanjutnya yakni mengangkat sambal membersihkan. Dalam sejarah tradisi ritual Ma’nene, pembersihan dilakukan pada kepala hingga ujung kaki. Umumnya memanfaatkan kuas dan kain bersih. Setelah itu pakaian mayat dicopot dan diganti menggunakan yang baru dan bersih
Selanjutnya bisa dibaringkan kembali pada peti yang sudah digunakan. Selama proses yang dilakukan sebenarnya para lelaku akan membentuk formasi lingkaran. Unik karena sambil bernyanyi atau menarik sebagai perlambangan nuansa sedih. Semua lagu hingga tarian dimanfaatkan sebagai penyemangat yang hidup. Apalagi harus melihat kembali leluhur atau keluarga yang telah meninggal. Besarnya kerinduan dan kesedihan hadir karena hilangnya keluarga tersayang.
Tradisi Ma’nene Berasal dari Langit dan Bumi
Pada sejarah tradisi ritual Ma’nene, sebenarnya mayat tidak disebutkan sebagai meninggal dunia. Melainkan masyarakat percaya apabila leluhur maupun keluarganya hanya sakit. Sebelum proses pemakaman artinya masih keadaan sakit. Untuk proses pemakaman membutuhkan banyak biaya yang cukup mahal. Tidak heran jika belum sanggup melakukannya harus menunggu banyak waktu. Tentu untuk membeli berbagai keperluan yang biayanya tidak murah bagi masyarakat.
Meski begitu tetap tanggung jawab untuk keluarga karena masih hidup wajib melakukannya. Bahkan tidak jarang harus menabung selama beberapa tahun sebelum menguburkan. Peti leluhur juga banyak yang ditempatkan di rumah. Keindahan sejarah tradisi ritual Ma’nene ternyata besar walaupun terbilang menyeramkan. Apalagi harus melihat mayat yang telah mengering dan berubah bentuk. Meski begitu tetap dijalankan dan diteruskan oleh orang Baruppu.
Prosesi ini hubungannya erat jika membandingkan konsep kehidupan Tana Toraja. Terutama karena menganggap jika leluhurnya hadir dan datang dari langit hingga bumi. Pastinya saat pertama kali hadir menjadi makhluk suci. Hal ini menandakan orang yang meninggal dunia harus dikuburkan dengan benar. Tentu tidak bisa menguburkannya ke dalam tanah seperti umumnya. Melainkan harus dikuburkan khusus pada wilayah atas seperti gua diketinggian.